Sains millenial

AKU MEMILIH MALAM DARI PADA SENJA Saat yang lain ingin terbit dan memancarkan terang Entah kenapa aku hanya ingin terbenam dengan tenang Saat yang lain sibuk memetik buah dan mengambil hikmah Entah kenapa aku hanya ingin terus menanam hingga lelah Disaat yang lain tengah sibuk menanti dan menikmati senja Entah kenapa aku hanya ingin menemani malam dan menyendiri saja Disaat yang lain tengah sibuk meminum secangkir kafein Entah kenapa aku hanya ingin meminum segelas teh dingin Tak perlu menjadi beda dengan yang lain Cukup menjadi apa yang diri sendiri ingin Pada akhirnya setiap diri punya konsekuensi Hati nurani dan hawa nafsu saling berinteraksi.

UJUNG WAKTU Pada akhirnya dunia merah jambuku telah runtuh Pondasi yang telah ku bangun tak begitu tangguh Kau yang sudah lelah dan aku yang selalu mengeluh Hingga jarak,ruang dan waktu tak mampu kita tempuh Dan perasaan mu yang tak lagi untuk ku Perasaanku yang terombang-ambing tak menentu Kisah kasih kita membuntu Harapan untuk bersama pun di ujung waktu Batas kita sudah berakhir Kau tak perlu berpikir Karena aku tahu, aku telah tersingkir Kita pun tak lagi mengalir seperti air

APA KABARMU SENJA Apa kabarmu senja? Di bawah langit tua yang bisu sedang Melihat cahaya bersajak menembus mendung! Apa kabarmu senja? Hujan baru saja menabur aroma rindu di atas tanah yang basah basah oleh butir butir wajahmu! Apa kabarmu senja? Menyerupa orang buta sebentar lagi Malam datang lalu kembali ia kehilangan kedua bola matanya! Apa kabarmu senja? Tinggallah aku sang kekasih yang sedang menanti kata pulang!

Sinopsis  dan reviuw film Suzanna http://turboagram.com/2m7Y <script async src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script> <script>   (adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({     google_ad_client: "ca-pub-6641810042365878",     enable_page_level_ads: true   }); </script>

KEHILANGAN ASA Di sebelah sana.. Di bagian sana.. Aku melihat seorang gadis Bersama senja yang erat memeluknya Duduk bertopangkan pasir Bagai bersila di singgasana Angin berhembus lembut bagai sapaan di sore itu Gaun putih nan cantik menjadi saksi kebisuan nya Debur ombak laksana prajurit yang menemaninya Tetapi sayang, Tak ada yang tau penyebab kegelisahan nya Tangan mungil itu berusaha memegang pasir Namun Pasir itu perlahan mengeluarkan dirinya dari genggaman Matanya bagai ketakutan Senyum cantik nya perlahan lahan memudar Raut wajahnya seakan menggambarkan tak mau kehilangan seseorang Raga dan jiwa nya meratap kepada sang ilahi Ya Tuhan, apa yang sedang di pikirkan gadis itu? Wajah nya cantik memucat, meratap kepada mu ya tuhan Tubuh itu lemah tak berdaya Seakan kehilangan kembali tulang rusuk nya Saat senja berganti malam Air mata itu tiada henti menetes Terus mengalir membasahi pipi manis nya Bibir nya tak lagi dapat berucap Sungguh kasihan gad

Impian dalam karantina “Mereka bilang impianku terlalu besar. Aku bilang mereka yang berfikir terlalu kecil” Dulu, aku membuka telingaku untuk mereka. Tapi sekarang.. Tidak! Aku tak ingin mendengarnya lagi. Aku yakin, proses tidak akan pernah mengkhianati hasilnya. — Aku menutup buku terakhir yang menjadi targetku hari ini. Buku yang entah urutan keberapa yang kubaca. Aku selalu berkunjung setiap sore di perpustakaan daerah di pusat kotaku ini, sekadar menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. Di atas meja, handphoneku sudah kesekian kalinya bergetar. Aku berani bertaruh, si penelepon adalah pria pemabuk yang selalu datang setiap sore ke rumahku. Aku selalu mengabaikan teleponnya. Aku tidak ingin menghabiskan waktu emasku hanya untuk hal yang tidak berguna sama sekali. Jangan berpikir bahwa otakku bersistem tradisional, bukan itu. Aku normal, hanya saja generasi sekarang yang terlalu hanyut dalam modernisasi zaman. Tenggelam dalam globalisasi yang hedois dan liberal. Mengira

Download di sini

Download di sini

Download di sini

Download di sini

DOWNLOAD DISINI

DOWNLOAD DISINI

DOWNLOAD di sini